
Pada zaman dahulu di Desa Cangkring terdapat banyak pohon yang namanya Cangkring. Menurut informasi dari beberapa sumber sejarah yang terangkum, bahwa pohon Cangkring merupakan jenis pohon Dadap yang memiliki duri. Cangkring adalah merupakan tanaman pepohonan yang berdaun rontok, tinggi 10-20m, berbatang kayu, berwarna keabu-abuan, permukaan kulit kasar dengan cabang yang jarang, dilengkapi dengan duri tempel. Asal usul penamaan desa Cangkring itu sendiri diyakini secara turun temurun yaitu diambil dari sebuah jenis pohon bernama Cangkring yang dahulu pernah ada di desa ini sehingga dinamakan Desa Cangkring. Adapun sesepuh/pepunden Cangkring bernama Mbah Getas, Mbah Gembrang, Mbah Galak dan Mbah Gedhang. Beliau adalah pelopor babat tanah Cangkring pada masa dulu.
Konon menurut informasi dari beberapa sumber sejarah, Dulu beberapa daerah yang ada di tanah Lorok saling bergabung menjadi satu daerah Kademangan, namun pada masa dulu wilayah Cangkring tidak ikut bergabung. Wilayah Cangkring berdiri sendiri menjadi sebuah Kademangan Cangkring. Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman dari era ke era, Kademangan Cangkring mulai berkembang menjadi sebuah desa yang diatur dengan Sistem Pemerintahan baru.
Seiring dengan perubahan sejarah perkembangan zaman, Desa Cangkring mulai berkembang menjadi sebuah desa yang diatur oleh Pemerintah. Secara Tata Pemeritahan, Cangkring dulu terdiri dari 5 (lima) Dusun yaitu Dusun Krajan (yang namanya sekarang menjadi Dusun Sidorejo), Dusun Salam (yang sekarang berganti nama menjadi Dusun Salamrejo), Dusun Klatak (yang sekarang berubah nama menjadi Dusun Seloharjo) dan Dusun Bano (yang sekarang beralih nama menjadi Dusun Tegalarum). Masing-masing dusun dipimpin oleh Jogoboyo (Istilah pada waktu itu yang sekarang menjadi Kepala Dusun) dan sebagai kepala pemerintahan induk dipegang oleh Lurah ( Istilah sekarang Kepala Desa).
Berikut ini adalah nama-nama kepala desa/lurah yang pernah memerintah:
No. |
Nama Kepala Desa/Lurah |
Periode Jabatan |
1. |
Bapak Mangku Diwirjo |
Tahun 1929 - 1949 |
2. |
Bapak Danu Diwirjo |
Tahun 1949 - 1963 |
3. |
Bapak Koesno Didjojo |
Tahun 1963 - 1971 |
4. |
Bapak Susanto |
Tahun 1971 - 1998 |
5. |
Bapak Bambang Setyawan |
Tahun 1998 - 2013 |
6. |
Bapak Sugiyono |
Tahun 2013 - Sekarang |
Sistem pemilihan Lurah (Kepala Desa) dari periode dulu sampai periode sekarang sudah menerapkan sistem demokratis. Awalnya dengan cara yang masih sangat sederhana namun sudah masuk pada kategori sistem demokratis yaitu pemberi dukungan/suara langsung berderet di belakang calon/jago sesuai dengan kecocokan hati Rakyat, sitem tersebut dilakukan pada masa Mangku. Pada masa Bapak Koesno Didjojo sampai pemilhan Bapak Susanto saat pemilihan periode Pertama sistem pemilihan dengan biting. Setelah itu dengan cara mencoblos kertas suara yang berisi simbol buah-buahan atau simbol-simbol yang lain. Simbol-simbol tersebut mewakili calon atau Jago dan selanjutnya sistem pemilihan dengan cara mencoblos kertas suara yang berisi foto – foto dari Calon/Jago.
Desa Cangkring juga memiliki legenda/cerita rakyat tentang belik Kuning, belik lanang dan belik Nangka. Belik Nangka adalah sumber mata air (belik) yang ada di dusun Krajan (Sidorejo). Menurut sejarah dikatakan belik nongko karena belik tersebut terletak di bawah pohon nangka. Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun barang siapa yang mandi atau cuci muka di belik tersebut mukanya menjadi cemerlang, kalau wanita akan bertambah kecantikannya. Selain itu ada cerita rakyat yang lain yaitu tentang Gunung Duwur (Gunung Tirto Giri Kalangan). Gunung Duwur yang terletak diperbatasan desa Cangkring dan Desa Cokrokembang mempunyai ketinggian kurang lebih 36 m dari permukaan air laut. Gunung ini konon memiliki legenda, yaitu merupakan potongan dari puncak gunung Lawu (salah satu gunung tertinggi di pulau jawa). Gunung Tirto Giri Kalangan (Gunung Nduwur) dijadikan sebagai tempat pemakaman umum. Ada salah satu makam yang sering dipakai untuk tirakat untuk menenangkan diri yaitu makam Ki Ageng Nur Kasan, Dia adalah salah satu ulama islam pada masanya dulu.
Mata pencaharian keseharian warga mayoritas yaitu sebagai petani/pekebun, kemudian sebagian berbisnis dan Pegawai Negeri Sipil. Dengan memanfaatkan hasil perkebunannnya yakni Ketela/singkong, para petani/pekebun berwirausaha membuat makanan khas pacitan yaitu kolong klithik. Kolong adalah makanan yang terbuat dari singkong, seperti singkong 4 bulan, singkong Pandesi, singkong Jinten, Singkong Pandemir. Dari beberapa Ketela/singkong tersebut singkong Pandemir biasanaya tidak dikonsumsi secara biasa karena di dalam ketela singkong jenis ini terdapak senyawa beracun yang apabila dimakan oleh seseorang akan menyebabkan keracunan. Jadi khusus untuk Singkong ini perlu perlakuan dengan proses khusus untuk bisa dikonsumsi. Selain berwirausaha dibidang industri kolong, para petani/pekebun juga memelihara ternak, seperti Ayam, Kambing, dan Sapi. Dengan memanfaatkan dari potensi Daun ketela/singkong, Kulit ketela, dan rumput sebagai makanan ternak mereka. Dari berbagai uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Kemauan, semangat , dan kemampuan dari masyarakat memungkinkan sekali untuk menjadi Desa yang produktif dan mandiri.
Berdasarkan dari sejarah singkat tersebut masyarakat desa Cangkring tahap demi tahap mulai menata pola kehidupannya bangkit dari ketertinggalan menjadi sama/setara bahkan unggul dari desa-desa lainnya. Dalam upaya mengejar ketertinggalan seperti masalah kemiskinan, kebodohan yaitu melalui program yang terarah dan terencana dalam melaksanakan program pembangunan dan kemasyarakatan. Peran aktif dari masyarakat melalui partisipasi masyarakat secara swadaya sangat besar hal ini dapat dibuktikan dari tahun ke tahun berikutnya pembangunan masyarakat Desa cangkring selalu mengalami peningkatan, hal ini tidak terlepas juga dari bantuan Fasilitas dan Bantuan Dana dari Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat dari program bantuan yang masuk Desa Cangkring.
Adapun masyarakat Desa Cangkring dalam Melaksanakan Bidang, Pemerintahan, Pembangunan, dan Kemasyarakatan memiliki slogan “ ANTIK ” yaitu kepanjangan dari Ambangun Nurani Tertib Indah Kreatif. Desa Cangkring dalam rangka persiapan untuk mengikuti Perlombaan Desa Tingkat Kabupaten tahun 2016 telah berusaha mempersiapkan diri sesuai dengan tujuan perlombaan desa yaitu untuk mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan, serta untuk mengetahui seberapa tingkat keberhasilan pembangunan desa dengan melihat dan mempertimbangkan pada Hasil Pemikiran yang Asli, Daya Kreatifitas, Kegiatan, Upaya Memperkuat Kelembagaan, Peningkatan motivasi, dan Semangat Swadaya Gotong Royong dari Masyarakat. Selain hal tersebut untuk menunjang dalam rangka menghadapi Perlombaan Desa tahun 2016 maka juga menjadikan acuan Desa untuk Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan dimasa yang akan datang.
"Makasih gambaran sejarah desanya... bisa jadi literasi bagi anak muda desa Cangkring